Memuliakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Ketika memasuki bulan Rabiul Awwal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi hari-hari bulan itu.
Nah Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi:
"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmnti bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka dta dan kegembiraan atas kelahiran Nnbi Muhammad SAW yang mulia". (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, hal 251-252)
Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT :
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَخُوا
Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS Yunus, 58)
Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang tiadataranya. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya',107)
Sesunggunya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
عَنْ أبِي قَتَادَةَ الأنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اْلإثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ – صحيح مسلم
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)
Betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.
Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari' at Islam. Sayyid Muhammad' Alawi al-Maliki mengatakan:
"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagianbagiannya)”
“Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". (Mafahim Yajib an Tushahhah, 224-226)
Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah. Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAWakan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga di temukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj as-Salaf li Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 399)
Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.
KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember
sumber : www.nu.or.id
Tags: islam, maulud nabi
8 comments share
Sudah Sedemikian Parahkah Remaja Indonesia?
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengaku prihatin dengan kondisi moral remaja Indonesia. Menurut hasil survei yang diterima lembaga tersebut, 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ironisnya, 21 persen di antaranya dilaporkan melakukan aborsi.
''Hasil survei terakhir itu dilakukan di 33 provinsi sepanjang 2008 dan itu dikuatkan pengakuan mereka sebagai subjek,'' kata Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN M. Masri Muadz kepada Jawa Pos kemarin (20/12).
Masri mengatakan, persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasar data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54 persen. Namun, hasil survei terakhir 2008 meningkat menjadi 63 persen. ''Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peran agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi perilaku remaja tersebut,'' katanya.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang mendorong remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah. Di antaranya, pengaruh pergaulan bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut, serta pengaruh perkembangan media massa.
Sabtu, 22 Januari 2011
Minggu, 16 Januari 2011
HUKUM TAJWID
QALQALAH
QALQALAH SUGHRA
Lantunan yang paling rendah. Apabila huruf Qalqalah terletak di pertengahan kalimah.
Tanda : Huruf Qalqalah sukun terdapat di pertengahan kalimah.
QALQALAH KUBRA
Lantunan yang sederhana iaitu pertengahan. Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah yang berada di hujung kalimah dan huruf tersebut tidak bersabdu (bertasydid). Sukun pada huruf Qalqalah di sini adalah 'aridh yang disebabkan wakaf (berhenti) padanya.
Tanda : Wakaf pada huruf Qalqalah yang tidak bersabdu.
QALQALAH AKBAR
Lantunan yang paling kuat. Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah yang berada di hujung kalimah dan huruf tersebut bersabdu (bertasydid). Sukun pada huruf Qalqalah di sini merupakan sukun yang 'aridh (mendatang) disebabkan wakaf (berhenti) padanya.
Tanda : Wakaf pada huruf Qalqalah yang bertasydid.
NUN SAKINAH DAN TANWIN
IQLAB
Dari sudut bahasa: Menukarkan sesuatu kepada sesuatu.
Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Menukarkan lafaz sesuatu huruf kepada huruf yang lain.
Apabila Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf Iqlab iaitu Ba', maka hendaklah ditukarkan Nun Sakinah atau Tanwin kepada Mim dengan disertai suara "Ghunnah" (dengung) dengar kadar panjang dua harakat. Sebab ditukarkan Nun Sakinah dan Tanwin kepada Mim tidak kepada huruf-huruf yang lain kerana Mim dan Ba' ada persamaan antara makhraj dan sifatnya.
• Makhraj Mim dan Ba' pada antara dua bibir.
• Sifat yang sama antara Mim dan Ba' pula ialah Jahar, Istifal, Infitah, Idzlaq dan Ghunnah
IDGHAM
IDGHAM terbahagi kepada 2.
IDGHAM BILA GHUNNAH
Iaitu memasukkan tanpa dengung. Ia terdiri dari dua huruf iaitu Ra' dan Lam.
Apabila salah satu dari dua huruf tersebut bertemu dengan Nun Sakinah atau Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah yang berasingan, ia mestilah dibaca dengan Idgham Bila Ghunnah. Bacaan Idghamnya tidak disertai dengan Ghunnah (dengung).
IDGHAM MA'AL GHUNNAH
Apabila Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf-huruf Idgham Ma'al Ghunnah iaitu Ya', Wau, Mim dan Nun dalam dua kalimah. Maka ia dibaca dengan disertai ghunnah (dengung) dengan kadar 2 harakat.
IKHFA' HAQIQI
Dinamakan Ikhfa' Haqiqi kerana pada hakikatnya dibaca dengan Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada kebanyakan huruf hijaiyyah. Ikhfa' Haqiqi ada tiga martabat (peringkat):
1. Martabat tertinggi: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada huruf To', Dal dan Ta' kerana makhrajnya paling hampir dengan Nun Sakinah.
2. Martabat pertengahan: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada huruf Tha', Jim, Dzal, Zai, Sin, Syin, Shad, Dhad, Zha' dan Fa' kerana makhrajnya di pertengahan (iaitu antara martabat tertinggi dengan martabat terendah) Nun Sakinah.
3. Martabat terendah: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada Qaf dan kaf kerana makhrajnya berjauhan dengan Nun Sakinah.
Perhatian: Ikhfa' Nun Sakinah juga berlaku pada huruf pembukaan surah seperti yang disenaraikan di bawah ini:
o Surah Maryam: 1
o Surah al-Syura: 2
o Surah al-Naml: 1 dan 2 (sekiranya dibaca wasal pada ayat 1 dan 2).
Bunyi ghunnah atau dengung bagi hukum Ikhfa' Haqiqi ada dua keadaan:
o Tafkhim (sekiranya Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf-huruf Ikhfa' yang bersifat isti'la' seperti huruf Shad, Dhad, To', Zha', dan Qaf).
o Tarqiq (sekiranya Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf-huruf Ikhfa' yang tidak bersifat isti'la' iaitu selain dari huruf-huruf yang telah disebutkan di atas).
MIM NUN BERSABDU
MIM BERSABDU
Mim bersabdu pada asalnya terdiri dari dua Mim, pertama sukun dan kedua berbaris. Mim Sukun dimasukkan ke dalam Mim yang berbaris sehingga kedua-duanya membentuk satu huruf yang bersabdu. Hukum Mim yang bersabdu adalah wajib dibaca secara Ghunnah (menzahirkan dengungnya) dengan kadar dua harakat.
NUN BERSABDU
Nun yang bersabdu pada asalnya terdiri dari dua huruf Nun, iaitu huruf yang pertama sukun dan yang kedua berbaris
HUKUM MAD
MAD FAR'IE
Mad Far'ie terbahagi kepada 8.
Mad 'Aridh Lil Sukun
Dinamakan Mad 'Aridh Lil Sukun kerana terdapat sukun yang mendatang selepas huruf Mad ketika waqaf.
Dibaca 2 harakat kerana pada asalnya ia adalah Mad Asli, dibaca 4 harakat (iaitu martabat pertengahan bagi kadar Mad) kerana seumpama berhimpun dua huruf sukun serta meraikan keadaan asal dan dibaca 6 harakat kerana menyerupai Mad Lazim.
Mad Badal
Mad Badal ialah huruf Hamzah berada sebelum huruf Mad di dalam satu kalimah dan tidak terdapat huruf Hamzah atau Sukun selepas huruf Mad.
Ia dinamakan dengan Mad Badal kerana Huruf Mad tersebut adalah gantian daripada Hamzah.
Huruf Hamzah kedua ditukar kepada huruf Mad mengikut baris huruf Hamzah pertama untuk meringankan bacaan. Mad Badal terjadi dalam 4 keadaan:
a. Mad Badal yang terjadi ketika permulaan dan wasal.
b. Mad Badal yang terjadi ketika wasal sahaja.
c. Mad Badal yang terjadi ketika waqaf sahaja.
d. Mad Badal yang terjadi ketika memulakan bacaan dengannya sahaja (ibtida').
Kadar bacaannya adalah 2 harakat.
Mad 'Iwad
Berlaku ketika wakaf pada akhir kalimah yang berbaris dua di atas kecuali pada huruf Ta' Marbutah.
Ia wajib dibaca dengan kadar 2 harakat kerana ia adalah Mad Tabi'ie yang terjadi kerana waqaf.
Mad Jaiz Munfashil
Mad Jaiz Munfashil terjadi apabila Huruf Mad bertemu Hamzah dalam dua kalimah iaitu ketika wasal sahaja.
Dinamakan Mad Jaiz Munfashil kerana sebahagian daripada Imam-imam Qiraat membolehkan ianya dibaca lebih daripada kadar Mad Asli dan dinamakan Munfashil kerana Huruf Mad dan Hamzah berada di dalam dua kalimah yang berasingan.
Kadar harakatnya harus dibaca 4 atau 5 harakat. Mad Jaiz Munfashil ada dua keadaan dalam al-Quran berdasarkan kepada kaedah Resam al-Quran:
1. Mad Jaiz Munfashil Haqiqi iaitu kelihatan jelas terpisah antara Huruf Mad dan Hamzah dalam dua kalimah yang berpisah antara keduanya.
2. Mad Jaiz Munfashil Hukmi iaitu tidak kelihatan secara jelas Huruf Mad dan Hamzah berpisah dalam dua kalimah. Ia seolah-olah dalam satu kalimah. Keadaan ini berlaku pada dua situasi:
a. Ya' al-Nida' (kata seruan) apabila selepasnya ada kalimah yang dimulai dengan Hamzah.
b. Ha' Lil Tanbih apabila selepasnya terdapat Isim Isyara.
Mad Liin
Mad Liin terjadi apabila Huruf Liin bertemu dengan sukun yang mendatang ketika waqaf sahaja.
Ia boleh dibaca dengan kadar harakat 2, 4 dan 6.
Dinamakan Mad Liin kerana ia terjadi pada Huruf Lin dan boleh dibaca dengan kadar 2, 4 dan 6 kerana ia sebahagian daripada Mad 'Aridh Lil Sukun
Mad Silah Qasirah
Mad silah ialah Mad yang terdapat pada Ha' Dhomir.
Cara mengenalnya ialah apabila terdapat Ha' Dhomir pada akhir kalimah, sebelumnya terdapat huruf yang berbaris dan selepasnya juga terdapat huruf yang berbaris.
Mad Silah Qasirah ialah mad yang terdapat pada ha' dhomir iaitu selepas ha' tidak ada hamzah qat'ie.
Mad Silah Towilah
Mad silah ialah Mad yang terdapat pada Ha' Dhomir.
Cara mengenalnya ialah apabila terdapat Ha' Dhomir pada akhir kalimah, sebelumnya terdapat huruf yang berbaris dan selepasnya juga terdapat huruf yang berbaris.
Untuk mengenali Mad Silah Towilah, kita cuma perlu memerhatikan selepas ha' terdapat Hamzah Qat'ie
Mad Tamkin
Mad Tamkin berlaku apabila berhimpun dua Ya' pada satu kalimah. Ya' yang pertama mesti berbaris di bawah serta bertasydid dan Ya' yang kedua sukun.
Mad Asli
Mad Asli ialah Mad yang terjadi dengan sebab Huruf Mad. Ia juga dikenali dengan Mad Tabi'ie.
Mad Asli terjadi apabila:
a. Huruf Alif yang didahului dengan huruf yang berbaris atas.
b. Huruf Wau sukun yang didahului dengan huruf yang berbaris hadapan.
c. Huruf Ya' sukun yang didahului dengan huruf yang berbaris bawah.
Perhatian:
Dalam riwayat Hafs terdapat tujuh kalimah yang diakhiri dengan Alif dan dibaca panjang dengan kadar 2 harakat ketika waqaf sahaja sedangkan ketika wasal kalimah-kalimah ini dibaca dengan pendek tidak bermad.
HUKUM HAMZAH
PECAHAN HUKUM HAMZAH
Hamzah Qat'ie
Hamzah Qata' iaitu hamzah yang tetap bacaannya sama ada dimulakan dengannya atau sebaliknya. Hamzah ini dinamakan dengan Hamzah Qat'ie kerana hamzah ini mempunyai baris yang pasti atau tetap kewujudannya. Hamzah Qat'ie boleh menerima baris dan ditulis dengan nyata barisnya. Ia terdapat pada ketiga-tiga jenis kalimah iaitu isim (kata nama), Fe'el (kata kerja) dan harf (kata sendi). Hamzah Qat'ie yang datang pada kalimah ini menerusi tiga keadaan iaitu:
1. Awal kalimah sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah atau hadapan.
2. Pertengahan kalimah sama ada hamzah berbaris atas, hadapan bawah atau sukun (mati).
3. Di hujung kalimah sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah, hadapan atau sukun (mati).
Hamzah Qat'ie berubah daripada sifat asal dalam beberapa keadaan:
1. Dibaca secara tashil iaitu bacaan antara alif dan hamzah pada lafaz 'Aajami' surah Fussilat: 44.
2. Dibaca secara ibdal (iaitu ditukarkan kepada huruf mad) jika terdapat hamzah wasal sebelumnya dan dimulakan dengan hamzah wasal tersebut. seperti pada lafaz 'Utumina' surah al-Baqarah: 283
Kaedah penulisan Hamzah Qat'ie.
1. Apabila Hamzah Qat'ie berada di awal kalimah maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumahnya sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah atau hadapan.
2. Apabila Hamzah Qat'ie berada di tengah kalimah maka ada beberapa keadaan:
Apabila hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris dan huruf sebelumnya sukun kecuali alif maka ia ditulis bersendirian tanpa rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris atas maka ia ditulis dengan alif sebagai rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau sebagai rumah.
3. Apabila Hamzah Qat'ie berada di hujung kalimah, maka ada beberapa keadaan juga iaitu:
• Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris atas maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumah.
• Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumah.
• Jika sebelum hamzah qatie tersebut huruf yang berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau.
2. Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris mati (sukun) maka ia ditulis bersendirian tanpa rumah.
Hamzah Wasal
Iaitu hamzah yang ditetapkan (dibaca) ketika memulakan bacaan dengannya dan tidak dibaca ketika bacaan bersambung. Ia hanya terdapat pada awal kalimah.
Tanda:
Hamzah wasal boleh menerima baris tetapi tidak ditulis akan barisnya secara nyata sebaliknya ia ditulis dengan huruf alif yang diletakkan kepala shad kecil di atasnya. Ia terdapat pada kalimah isim (kata nama) dan fi'il (kata kerja) sahaja
LAM TA'ARIF
PECAHAN LAM TA'ARIF
Alif Lam Syamsiah (Idgham Syamsi)
Alif Lam Syamsiah juga dikenali dengan Idgham Syamsi. Diidghamkan Lam Ta'rif apabila bertemu dengan mana-mana Huruf Syamsiah. Huruf Syamsiah ada 14 huruf iaitu Ta', Tha', Dal, Dzal, Ra'. Zai, Sin, Syin, Shad, Dhad, To', Zha', Lam dan Nun.
Idgham Syamsi terbahagi kepada dua bahagian:
1- Idgham Syamsi Bi Ghunnah (Idgham Syamsi dengan dengung):Ia terjadi apabila Lam Ta'rif diidghamkan pada Nun.
2- Idgham Syamsi Bila Ghunnah (Idgham Syamsi tanpa dengung):Ia terjadi apabila Lam Ta'rif diidghamkan pada Huruf-huruf Syamsiah selain Nun.
Sebab-sebab Idgham:
1- Lam Ta'rif dengan Lam adalah dua huruf yang sama pada makhraj dan sifat.
2- Lam dengan baki huruf Syamsiah yang lain adalah dua huruf yang mutaqariban.
Alif Lam Qamariah (Izhar Qamari)
Alif Lam Qamariah juga dikenali dengan Izhar Qamari. Diizharkan Lam Ta'rif apabila bertemu dengan mana-mana Huruf Qamariah. Huruf-huruf Qamariah itu ada empat belas huruf iaitu Ba', Jim, Ha', Kha', 'Ain, Ghain, Fa', Qaf, Kaf, Mim, Wau, Ha', Hamzah dan Ya'. Ia dinamakan Izhar Qamari kerana diizharkan Lam tersebut kepada Huruf-huruf Qamariah; manakala sebab ia Izhar ialah kerana Lam dan Huruf Qamariah adalah dua huruf Mutaba'idan.
MIM SAKINAH
IKHFA' SYAFAWI
• Apabila Mim Sakinah bertemu dengan huruf Ba', maka wajib dibaca dengan Ikhfa' dan ghunnah dengan kadar 2 harakat.
• Ia dinamakan Syafawi kerana Huruf Mim dan Ba' sama-sama keluar dari dua bibir.
• Ikhfa' Syafawi terdiri dari satu huruf iaitu Ba'.
IZHAR SYAFAWI
• Apabila Mim Sakinah bertemu dengan huruf-huruf Hijaiyyah selain dari huruf Ba' dan Mim maka hukum bacaannya adalah Izhar.
• Dibaca dengan tidak disertai ghunnah (dengung).
• Di namakan Izhar Syafawi kerana Mim makhrajnya di antara dua bibir.
TAFKHIM DAN TARQIQ
LAM LAFZUL JALALAH TARQIQ
Lam pada lafaz Allah: Dibaca dengan Tarqiq apabila didahului dengan huruf yang berbaris bawah
PECAHAN HUKUM RA'
Ra' Tarqiq
Ra' wajib dibaca dengan nipis di dalam lapan keadaan iaitu:
1. Ra' berbaris bawah sama ada di awal, tengah dan hujung kalimah.
2. Ra' berbaris kasrah 'Aridh (kasrah yang mendatang). Contoh: Surah Ibrahim: 44
3. Ra' sukun dan huruf sebelumnya berbaris bawah sama ada di tengah atau di hujung kalimah.
4. Ra' sukun, huruf sebelumnya berbaris bawah dan selepasnya Huruf Ist'ila' dalam kalimah yang berasingan. Contoh: Surah Nuh: 1
5. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan huruf sebelumnya juga sukun (selain daripada Ya', sama ada Ya' Mad atau Ya' Lin) dan huruf sebelumnya lagi berbaris bawah.
6. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan sebelumnya Ya' Mad.
7. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan sebelumnya Ya' Lin.
8. Ra' yang diimalahkan.
QALQALAH
QALQALAH SUGHRA
Lantunan yang paling rendah. Apabila huruf Qalqalah terletak di pertengahan kalimah.
Tanda : Huruf Qalqalah sukun terdapat di pertengahan kalimah.
QALQALAH KUBRA
Lantunan yang sederhana iaitu pertengahan. Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah yang berada di hujung kalimah dan huruf tersebut tidak bersabdu (bertasydid). Sukun pada huruf Qalqalah di sini adalah 'aridh yang disebabkan wakaf (berhenti) padanya.
Tanda : Wakaf pada huruf Qalqalah yang tidak bersabdu.
QALQALAH AKBAR
Lantunan yang paling kuat. Apabila memberhentikan bacaan pada huruf Qalqalah yang berada di hujung kalimah dan huruf tersebut bersabdu (bertasydid). Sukun pada huruf Qalqalah di sini merupakan sukun yang 'aridh (mendatang) disebabkan wakaf (berhenti) padanya.
Tanda : Wakaf pada huruf Qalqalah yang bertasydid.
NUN SAKINAH DAN TANWIN
IQLAB
Dari sudut bahasa: Menukarkan sesuatu kepada sesuatu.
Dari sudut istilah Ilmu Tajwid: Menukarkan lafaz sesuatu huruf kepada huruf yang lain.
Apabila Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf Iqlab iaitu Ba', maka hendaklah ditukarkan Nun Sakinah atau Tanwin kepada Mim dengan disertai suara "Ghunnah" (dengung) dengar kadar panjang dua harakat. Sebab ditukarkan Nun Sakinah dan Tanwin kepada Mim tidak kepada huruf-huruf yang lain kerana Mim dan Ba' ada persamaan antara makhraj dan sifatnya.
• Makhraj Mim dan Ba' pada antara dua bibir.
• Sifat yang sama antara Mim dan Ba' pula ialah Jahar, Istifal, Infitah, Idzlaq dan Ghunnah
IDGHAM
IDGHAM terbahagi kepada 2.
IDGHAM BILA GHUNNAH
Iaitu memasukkan tanpa dengung. Ia terdiri dari dua huruf iaitu Ra' dan Lam.
Apabila salah satu dari dua huruf tersebut bertemu dengan Nun Sakinah atau Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah yang berasingan, ia mestilah dibaca dengan Idgham Bila Ghunnah. Bacaan Idghamnya tidak disertai dengan Ghunnah (dengung).
IDGHAM MA'AL GHUNNAH
Apabila Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan salah satu huruf-huruf Idgham Ma'al Ghunnah iaitu Ya', Wau, Mim dan Nun dalam dua kalimah. Maka ia dibaca dengan disertai ghunnah (dengung) dengan kadar 2 harakat.
IKHFA' HAQIQI
Dinamakan Ikhfa' Haqiqi kerana pada hakikatnya dibaca dengan Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada kebanyakan huruf hijaiyyah. Ikhfa' Haqiqi ada tiga martabat (peringkat):
1. Martabat tertinggi: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada huruf To', Dal dan Ta' kerana makhrajnya paling hampir dengan Nun Sakinah.
2. Martabat pertengahan: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada huruf Tha', Jim, Dzal, Zai, Sin, Syin, Shad, Dhad, Zha' dan Fa' kerana makhrajnya di pertengahan (iaitu antara martabat tertinggi dengan martabat terendah) Nun Sakinah.
3. Martabat terendah: iaitu Ikhfa' Nun Sakinah atau Tanwin pada Qaf dan kaf kerana makhrajnya berjauhan dengan Nun Sakinah.
Perhatian: Ikhfa' Nun Sakinah juga berlaku pada huruf pembukaan surah seperti yang disenaraikan di bawah ini:
o Surah Maryam: 1
o Surah al-Syura: 2
o Surah al-Naml: 1 dan 2 (sekiranya dibaca wasal pada ayat 1 dan 2).
Bunyi ghunnah atau dengung bagi hukum Ikhfa' Haqiqi ada dua keadaan:
o Tafkhim (sekiranya Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf-huruf Ikhfa' yang bersifat isti'la' seperti huruf Shad, Dhad, To', Zha', dan Qaf).
o Tarqiq (sekiranya Nun Sakinah atau Tanwin bertemu dengan huruf-huruf Ikhfa' yang tidak bersifat isti'la' iaitu selain dari huruf-huruf yang telah disebutkan di atas).
MIM NUN BERSABDU
MIM BERSABDU
Mim bersabdu pada asalnya terdiri dari dua Mim, pertama sukun dan kedua berbaris. Mim Sukun dimasukkan ke dalam Mim yang berbaris sehingga kedua-duanya membentuk satu huruf yang bersabdu. Hukum Mim yang bersabdu adalah wajib dibaca secara Ghunnah (menzahirkan dengungnya) dengan kadar dua harakat.
NUN BERSABDU
Nun yang bersabdu pada asalnya terdiri dari dua huruf Nun, iaitu huruf yang pertama sukun dan yang kedua berbaris
HUKUM MAD
MAD FAR'IE
Mad Far'ie terbahagi kepada 8.
Mad 'Aridh Lil Sukun
Dinamakan Mad 'Aridh Lil Sukun kerana terdapat sukun yang mendatang selepas huruf Mad ketika waqaf.
Dibaca 2 harakat kerana pada asalnya ia adalah Mad Asli, dibaca 4 harakat (iaitu martabat pertengahan bagi kadar Mad) kerana seumpama berhimpun dua huruf sukun serta meraikan keadaan asal dan dibaca 6 harakat kerana menyerupai Mad Lazim.
Mad Badal
Mad Badal ialah huruf Hamzah berada sebelum huruf Mad di dalam satu kalimah dan tidak terdapat huruf Hamzah atau Sukun selepas huruf Mad.
Ia dinamakan dengan Mad Badal kerana Huruf Mad tersebut adalah gantian daripada Hamzah.
Huruf Hamzah kedua ditukar kepada huruf Mad mengikut baris huruf Hamzah pertama untuk meringankan bacaan. Mad Badal terjadi dalam 4 keadaan:
a. Mad Badal yang terjadi ketika permulaan dan wasal.
b. Mad Badal yang terjadi ketika wasal sahaja.
c. Mad Badal yang terjadi ketika waqaf sahaja.
d. Mad Badal yang terjadi ketika memulakan bacaan dengannya sahaja (ibtida').
Kadar bacaannya adalah 2 harakat.
Mad 'Iwad
Berlaku ketika wakaf pada akhir kalimah yang berbaris dua di atas kecuali pada huruf Ta' Marbutah.
Ia wajib dibaca dengan kadar 2 harakat kerana ia adalah Mad Tabi'ie yang terjadi kerana waqaf.
Mad Jaiz Munfashil
Mad Jaiz Munfashil terjadi apabila Huruf Mad bertemu Hamzah dalam dua kalimah iaitu ketika wasal sahaja.
Dinamakan Mad Jaiz Munfashil kerana sebahagian daripada Imam-imam Qiraat membolehkan ianya dibaca lebih daripada kadar Mad Asli dan dinamakan Munfashil kerana Huruf Mad dan Hamzah berada di dalam dua kalimah yang berasingan.
Kadar harakatnya harus dibaca 4 atau 5 harakat. Mad Jaiz Munfashil ada dua keadaan dalam al-Quran berdasarkan kepada kaedah Resam al-Quran:
1. Mad Jaiz Munfashil Haqiqi iaitu kelihatan jelas terpisah antara Huruf Mad dan Hamzah dalam dua kalimah yang berpisah antara keduanya.
2. Mad Jaiz Munfashil Hukmi iaitu tidak kelihatan secara jelas Huruf Mad dan Hamzah berpisah dalam dua kalimah. Ia seolah-olah dalam satu kalimah. Keadaan ini berlaku pada dua situasi:
a. Ya' al-Nida' (kata seruan) apabila selepasnya ada kalimah yang dimulai dengan Hamzah.
b. Ha' Lil Tanbih apabila selepasnya terdapat Isim Isyara.
Mad Liin
Mad Liin terjadi apabila Huruf Liin bertemu dengan sukun yang mendatang ketika waqaf sahaja.
Ia boleh dibaca dengan kadar harakat 2, 4 dan 6.
Dinamakan Mad Liin kerana ia terjadi pada Huruf Lin dan boleh dibaca dengan kadar 2, 4 dan 6 kerana ia sebahagian daripada Mad 'Aridh Lil Sukun
Mad Silah Qasirah
Mad silah ialah Mad yang terdapat pada Ha' Dhomir.
Cara mengenalnya ialah apabila terdapat Ha' Dhomir pada akhir kalimah, sebelumnya terdapat huruf yang berbaris dan selepasnya juga terdapat huruf yang berbaris.
Mad Silah Qasirah ialah mad yang terdapat pada ha' dhomir iaitu selepas ha' tidak ada hamzah qat'ie.
Mad Silah Towilah
Mad silah ialah Mad yang terdapat pada Ha' Dhomir.
Cara mengenalnya ialah apabila terdapat Ha' Dhomir pada akhir kalimah, sebelumnya terdapat huruf yang berbaris dan selepasnya juga terdapat huruf yang berbaris.
Untuk mengenali Mad Silah Towilah, kita cuma perlu memerhatikan selepas ha' terdapat Hamzah Qat'ie
Mad Tamkin
Mad Tamkin berlaku apabila berhimpun dua Ya' pada satu kalimah. Ya' yang pertama mesti berbaris di bawah serta bertasydid dan Ya' yang kedua sukun.
Mad Asli
Mad Asli ialah Mad yang terjadi dengan sebab Huruf Mad. Ia juga dikenali dengan Mad Tabi'ie.
Mad Asli terjadi apabila:
a. Huruf Alif yang didahului dengan huruf yang berbaris atas.
b. Huruf Wau sukun yang didahului dengan huruf yang berbaris hadapan.
c. Huruf Ya' sukun yang didahului dengan huruf yang berbaris bawah.
Perhatian:
Dalam riwayat Hafs terdapat tujuh kalimah yang diakhiri dengan Alif dan dibaca panjang dengan kadar 2 harakat ketika waqaf sahaja sedangkan ketika wasal kalimah-kalimah ini dibaca dengan pendek tidak bermad.
HUKUM HAMZAH
PECAHAN HUKUM HAMZAH
Hamzah Qat'ie
Hamzah Qata' iaitu hamzah yang tetap bacaannya sama ada dimulakan dengannya atau sebaliknya. Hamzah ini dinamakan dengan Hamzah Qat'ie kerana hamzah ini mempunyai baris yang pasti atau tetap kewujudannya. Hamzah Qat'ie boleh menerima baris dan ditulis dengan nyata barisnya. Ia terdapat pada ketiga-tiga jenis kalimah iaitu isim (kata nama), Fe'el (kata kerja) dan harf (kata sendi). Hamzah Qat'ie yang datang pada kalimah ini menerusi tiga keadaan iaitu:
1. Awal kalimah sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah atau hadapan.
2. Pertengahan kalimah sama ada hamzah berbaris atas, hadapan bawah atau sukun (mati).
3. Di hujung kalimah sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah, hadapan atau sukun (mati).
Hamzah Qat'ie berubah daripada sifat asal dalam beberapa keadaan:
1. Dibaca secara tashil iaitu bacaan antara alif dan hamzah pada lafaz 'Aajami' surah Fussilat: 44.
2. Dibaca secara ibdal (iaitu ditukarkan kepada huruf mad) jika terdapat hamzah wasal sebelumnya dan dimulakan dengan hamzah wasal tersebut. seperti pada lafaz 'Utumina' surah al-Baqarah: 283
Kaedah penulisan Hamzah Qat'ie.
1. Apabila Hamzah Qat'ie berada di awal kalimah maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumahnya sama ada hamzah itu berbaris atas, bawah atau hadapan.
2. Apabila Hamzah Qat'ie berada di tengah kalimah maka ada beberapa keadaan:
Apabila hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu sukun dan huruf sebelumnya berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau sebagai rumahnya.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris dan huruf sebelumnya sukun kecuali alif maka ia ditulis bersendirian tanpa rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris atas maka ia ditulis dengan alif sebagai rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumah.
Sekiranya hamzah qat'ie itu berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau sebagai rumah.
3. Apabila Hamzah Qat'ie berada di hujung kalimah, maka ada beberapa keadaan juga iaitu:
• Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris atas maka ia ditulis dengan huruf alif sebagai rumah.
• Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris bawah maka ia ditulis dengan huruf Ya' sebagai rumah.
• Jika sebelum hamzah qatie tersebut huruf yang berbaris hadapan maka ia ditulis dengan huruf wau.
2. Jika sebelum hamzah qat'ie tersebut huruf yang berbaris mati (sukun) maka ia ditulis bersendirian tanpa rumah.
Hamzah Wasal
Iaitu hamzah yang ditetapkan (dibaca) ketika memulakan bacaan dengannya dan tidak dibaca ketika bacaan bersambung. Ia hanya terdapat pada awal kalimah.
Tanda:
Hamzah wasal boleh menerima baris tetapi tidak ditulis akan barisnya secara nyata sebaliknya ia ditulis dengan huruf alif yang diletakkan kepala shad kecil di atasnya. Ia terdapat pada kalimah isim (kata nama) dan fi'il (kata kerja) sahaja
LAM TA'ARIF
PECAHAN LAM TA'ARIF
Alif Lam Syamsiah (Idgham Syamsi)
Alif Lam Syamsiah juga dikenali dengan Idgham Syamsi. Diidghamkan Lam Ta'rif apabila bertemu dengan mana-mana Huruf Syamsiah. Huruf Syamsiah ada 14 huruf iaitu Ta', Tha', Dal, Dzal, Ra'. Zai, Sin, Syin, Shad, Dhad, To', Zha', Lam dan Nun.
Idgham Syamsi terbahagi kepada dua bahagian:
1- Idgham Syamsi Bi Ghunnah (Idgham Syamsi dengan dengung):Ia terjadi apabila Lam Ta'rif diidghamkan pada Nun.
2- Idgham Syamsi Bila Ghunnah (Idgham Syamsi tanpa dengung):Ia terjadi apabila Lam Ta'rif diidghamkan pada Huruf-huruf Syamsiah selain Nun.
Sebab-sebab Idgham:
1- Lam Ta'rif dengan Lam adalah dua huruf yang sama pada makhraj dan sifat.
2- Lam dengan baki huruf Syamsiah yang lain adalah dua huruf yang mutaqariban.
Alif Lam Qamariah (Izhar Qamari)
Alif Lam Qamariah juga dikenali dengan Izhar Qamari. Diizharkan Lam Ta'rif apabila bertemu dengan mana-mana Huruf Qamariah. Huruf-huruf Qamariah itu ada empat belas huruf iaitu Ba', Jim, Ha', Kha', 'Ain, Ghain, Fa', Qaf, Kaf, Mim, Wau, Ha', Hamzah dan Ya'. Ia dinamakan Izhar Qamari kerana diizharkan Lam tersebut kepada Huruf-huruf Qamariah; manakala sebab ia Izhar ialah kerana Lam dan Huruf Qamariah adalah dua huruf Mutaba'idan.
MIM SAKINAH
IKHFA' SYAFAWI
• Apabila Mim Sakinah bertemu dengan huruf Ba', maka wajib dibaca dengan Ikhfa' dan ghunnah dengan kadar 2 harakat.
• Ia dinamakan Syafawi kerana Huruf Mim dan Ba' sama-sama keluar dari dua bibir.
• Ikhfa' Syafawi terdiri dari satu huruf iaitu Ba'.
IZHAR SYAFAWI
• Apabila Mim Sakinah bertemu dengan huruf-huruf Hijaiyyah selain dari huruf Ba' dan Mim maka hukum bacaannya adalah Izhar.
• Dibaca dengan tidak disertai ghunnah (dengung).
• Di namakan Izhar Syafawi kerana Mim makhrajnya di antara dua bibir.
TAFKHIM DAN TARQIQ
LAM LAFZUL JALALAH TARQIQ
Lam pada lafaz Allah: Dibaca dengan Tarqiq apabila didahului dengan huruf yang berbaris bawah
PECAHAN HUKUM RA'
Ra' Tarqiq
Ra' wajib dibaca dengan nipis di dalam lapan keadaan iaitu:
1. Ra' berbaris bawah sama ada di awal, tengah dan hujung kalimah.
2. Ra' berbaris kasrah 'Aridh (kasrah yang mendatang). Contoh: Surah Ibrahim: 44
3. Ra' sukun dan huruf sebelumnya berbaris bawah sama ada di tengah atau di hujung kalimah.
4. Ra' sukun, huruf sebelumnya berbaris bawah dan selepasnya Huruf Ist'ila' dalam kalimah yang berasingan. Contoh: Surah Nuh: 1
5. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan huruf sebelumnya juga sukun (selain daripada Ya', sama ada Ya' Mad atau Ya' Lin) dan huruf sebelumnya lagi berbaris bawah.
6. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan sebelumnya Ya' Mad.
7. Ra' sukun 'Aridh kerana waqaf dan sebelumnya Ya' Lin.
8. Ra' yang diimalahkan.
Minggu, 09 Januari 2011
sejarah nabi muhammad
BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM (1/4)
Muhammad Husain Haekal
Sumber peradaban pertama - Agama Yahudi dan Kristen
- Sekta-sekta Kristen dan Pertentangannya - Majusi
Persia di jazirah Arab - Jalan-jalan kafilah - Yaman
dan peradabannya - Sebabnya Jazirah bertahan pada
paganisma.
Para ahli sejarah peradaban manusia dan dari mana pula asal-
usulnya, sebenarnya masih ada hubungannya dengan zaman kita
sekarang ini. Penyelidikan demikian sudah lamamenetapkan,
bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam ribu tahun \
yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu
dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu
sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Sarjana-sarjana ahli purbakala (arkelogi) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan
maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia
serta menentukan zaman permulaan daripada kedua macam
peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir masa
Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa
itu dan terpengaruh karenanya?
Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi
dalam bidang sejarah itu, samasekali tidak akan mengubah
sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian
benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan
hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber
peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria - ada
hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat
yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani
atau Rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup
kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya dengan
peradaban pertama itu.
Apa yang pernah diperlihatkan oleh Timur Jauh dalam
penyelidikam tentang sejarah peradaban, tidak pernah memberi
pengaruh yang jelas terhadap pengembangan peradaban-peradaban
Fira'un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan
dan perkembangan peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru
terjadi sesudah ada akulturasi dan saling-hubungan dengan
peradaban Islam. Di sinilah proses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang sudah
sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang dan tersebar
ke pantai-pantai Laut Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di
Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu, yang sampai
saat ini perkembangannya tetap dikagumi dunia: perkembangan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian,
perdagangan, peperangan dan dalam segala bidang kegiatan
manusia. Tetapi, semua peradaban itu, sumber dan
pertumbuhannya, selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa
sumber itu berbeda-beda antara kepercayaan trinitas Mesir
Purba yang tergambar dalam Osiris, Isis dan Horus, yang
memperlihatkan kesatuan dan penjelmaan hidup kembali di
negerinya serta hubungan kekalnya hidup dari bapa kepada anak,
dan antara paganisma Yunani dalam melukiskan kebenaran,
kebaikan dan keindahan yang bersumber dan tumbuh dari
gejala-gejala alam berdasarkan pancaindera; demikian sesudah
itu timbul perbedaan-perbedaan yang dengan penggambaran
semacam itu dalam pelbagai zaman kemunduran itu telah
mengantarkannya ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber
semua peradaban itu tetap membentuk perjalanan sejarah dunia,
yang begitu kuat pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
sekalipun peradaban demikian hendak mencoba melepaskan diri
dan melawan sumbernya sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa
tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.
Yang menyandarkan peradabannya sejak ribuan tahun
kepada sumber agama, dalamlingkungan itulah dilahirkan para
rasul yang membawaagama -agama yang kita kenal sampai
saat ini. Di Mesirdilahirkan Musa,dan dalampangkuanFir'aun
ia dibesarkan dan
diasuh, dan di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama
kerajaan itu ia mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia
alam.
Setelah datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat
di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: "Akulah
tuhanmu yang tertinggi" iapun berhadapan dengan Firaun sendiri
dan tukang-tukang sihirnya, sehingga akhirnya terpaksa ia
bersama-sama orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina.
Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh dan Firman Allah
yang ditiupkan ke dalam diri Mariam. Setelah Tuhan menarik
kembali Isa putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan
agama Nasrani yang dianjurkan Isa itu. Mereka dan
pengikut-pengikut mereka mengalami bermacam-macam
penganiayaan. Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini
tersebar, datanglah Maharaja Rumawi yang menguasai dunia
ketika itu, membawa panji agama Nasrani. Seluruh Kerajaan
Rumawi kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di
Mesir, di Syam (Suria-Libanon dan Palestina) dan Yunani, dan
dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Sesudah itu selama
beberapa abad kekuasaan agama ini semakin kuat juga. Semua
yang berada di bawah panji Kerajaan Rumawi dan yang ingin
mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan Kerajaan ini,
berada di bawah panji agama Masehi itu.
Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar di bawah panji
dan pengaruh Rumawi itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di
Persia yang mendapat dukungan moril di Timur Jauh dan di
India. Selama beberapa abad itu Asiria dan Mesir yang
membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya
suatu pertarungan langsung antara kepercayaan dan peradaban
Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia
ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan
itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sekarang sudah
berhadap-hadapan muka. Selama beberapa abad berturut-turut,
baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agamanya
masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan alam,
kini telah berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing
merasa perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan
kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi
kepercayaan atau peradabannya, sekalipun peperangan antara
mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.
Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat mengalahkan Rumawi
dan dapat menguasai Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di
ambang pintu Bizantium, namun tak terpikir oleh raja-raja
Persia akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat
agama Nasrani. Bahkan pihak yang kini berkuasa itu malahan
menghormati kepercayaan orang yang dikuasainya. Rumah-rumah
ibadat mereka yang sudah hancur akibat perang dibantu pula
membangun kembali dan dibiarkan mereka bebas menjalankan
upacara-upacara keagamaannya. Satu-satunya yang diperbuat
pihak Persia dalam hal ini hanyalah mengambil Salib Besar dan
dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti
berada di pihak Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari
tangan Persia. Dengan demikian peperangan rohani di Barat itu
tetap di Barat dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua
kekuatan itu dari segi rohani tidak saling berbenturan.
Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam
pada itu pertentangan antara Rumawi dengan Bizantium makin
meruncing. Pihak Rumawi, yang benderanya berkibar di benua
Eropa sampai ke Gaul dan Kelt di Inggris selama beberapa
generasi dan selama zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia
dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu berangsur-angsur telah
mulai surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang
menguasai dunia itu. Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah
tatkala pasukan Vandal yang buas itu datang menyerbunya dan
mengambil kekuasaan pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini
telah menimbulkan bekas yang dalam pada agama Masehi yang
tumbuh dalam pangkuan Kerajaan Rumawi. Mereka yang sudah
beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbanan-pengorbanan
besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.
Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke
zaman mazhab-mazhab itu telah terbagi-bagi ke dalam
sekta-sekta dan golongan-golongan. Setiap golongan mempunyai
pandangan dan dasar-dasar agama sendiri yang bertentangan
dengan golongan lainnya. Pertentangan-pertentangan antara
golongan-golongan satu sama lain karena perbedaan pandangan
itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa
oleh karena moral dan jiwa yang sudah lemah, sehingga cepat
sekali ia berada dalam ketakutan, mudah terlibat dalam
fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa
Isa mempunyai jasad disamping bayangan yang tampak pada
manusia; ada pula yang mempertautkan secara rohaniah antara
jasad dan ruhnya sedemikian rupa sehingga memerlukan khayal
dan pikiran yang begitu rumit untuk dapat menggambarkannya;
dan disamping itu ada pula yang mau menyembah Mariam,
sementara yang lain menolak pendapat bahwa ia tetap perawan
sesudah melahirkan Almasih.
Terjadinya pertentangan antara sesama pengikut-pengikut Isa
itu adalah peristiwa yang biasa terjadi pada setiap umat dan
zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran: soalnya hanya
terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap
kata dan tiap bilangan itu ditafsirkan pula dengan
bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal dan hanya
dapat dikunyah oleh perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku
saja.
Salah seorang pendeta gereja berkata: "Seluruh penjuru kota
itu diliputi oleh perdebatan. Orang dapat melihatnya dalam
pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran uang,
pedagang makanan. Jika ada orang bermaksud hendak menukar
sekeping emas, ia akan terlibat ke dalam suatu perdebatan
tentang apa yang diciptakan dan apa yang bukan diciptakan.
Kalau ada orang hendak menawar harga roti maka akan
dijawabnya: Bapa lebih besar dari putera dan putera tunduk
kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang kolam mandi
adakah airnya hangat, maka pelayannya akan segera menjawab:
"Putera telah diciptakan dari yang tak ada."
Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga ia
terpecah-belah kedalam golongan-golongan dan sekta-sekta itu
dari segi politik tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
Kerajaan Rumawi. Kerajaan itu tetap kuat dan kukuh.
Golongan-golongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan
tetap adanya semacam pertentangan tapi tidak sampai orang
melibatkan diri kedalam polemik teologi atau sampai memasuki
pertemuan-pertemuan semacam itu yang pernah diadakan guna
memecahkan sesuatu masalah. Suatu keputusan yang pernah
diambil oleh suatu golongan tidak sampai mengikat golongan
yang lain. Dan Kerajaanpun telah pula melindungi semua
golongan itu dan memberi kebebasan kepada mereka mengadakan
polemik, yang sebenarnya telah menambah kuatnya kekuasaan
Kerajaan dalam bidang administrasi tanpa mengurangi
penghormatannya kepada agama. Setiap golongan jadinya
bergantung kepada belas kasihan penguasa, bahkan ada dugaan
bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan
pihak yang berkuasa itu.
Sikap saling menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu
itulah pula yang menyebabkan penyebaran agama Masehi tetap
berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir dibawah Rumawi sampai
ke Ethiopia yang merdeka tapi masih dalam lingkungan
persahabatan dengan Rumawi. Dengan demikian ia mempunyai
kedudukan yang sama kuat di sepanjang Laut Merah seperti di
sekitar Laut Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang ke
Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab Ghassan yang
pindah ke sana telah pula menganut agama itu, sampai ke pantai
Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang berpindah dari
pedalaman sahara yang tandus ke daerah-daerah subur juga
demikian, yang selanjutnya mereka tinggal di daerah itu
beberapa lama untuk kemudian hidup di bawah kekuasaan Persia
Majusi.
Kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami kemunduran
seperti agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalaudalam agama
Majusi menyembah api itu merupakan gejala yangpaling menonjol
maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan kejahatanpengikut
pengikutnya telah berpecah-belahjugamenjadi golongan-golongan
dan sekta-sekta pula. Tapi disini bukan tempatnya menguraikan
semua itu. Sungguhpun begitukekuasaan politik Persia tetap
kuat juga. Polemik keagamaantentang lukisan dewa serta adanya
pemikiran bebas yang tergambar dibalik lukisan itu,
tidaklah mempengaruhinya.
Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung
di bawah raja Persia. Dan yang lebih memperkuat pertentangan
itu ialah karena memang sengaja digunakan sebagai suatu cara
supaya satu dengan yang lain saling berpukulan, atas dasar
kekuatiran, bila salah satunya menjadi kuat, maka Raja atau
salah satu golongan itu akan memikul akibatnya.
(bersambung ke bagian 2/4)
Muhammad Husain Haekal
Sumber peradaban pertama - Agama Yahudi dan Kristen
- Sekta-sekta Kristen dan Pertentangannya - Majusi
Persia di jazirah Arab - Jalan-jalan kafilah - Yaman
dan peradabannya - Sebabnya Jazirah bertahan pada
paganisma.
Para ahli sejarah peradaban manusia dan dari mana pula asal-
usulnya, sebenarnya masih ada hubungannya dengan zaman kita
sekarang ini. Penyelidikan demikian sudah lamamenetapkan,
bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam ribu tahun \
yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu
dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu
sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Sarjana-sarjana ahli purbakala (arkelogi) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan
maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia
serta menentukan zaman permulaan daripada kedua macam
peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir masa
Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa
itu dan terpengaruh karenanya?
Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi
dalam bidang sejarah itu, samasekali tidak akan mengubah
sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian
benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan
hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber
peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria - ada
hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat
yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani
atau Rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup
kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya dengan
peradaban pertama itu.
Apa yang pernah diperlihatkan oleh Timur Jauh dalam
penyelidikam tentang sejarah peradaban, tidak pernah memberi
pengaruh yang jelas terhadap pengembangan peradaban-peradaban
Fira'un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan
dan perkembangan peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru
terjadi sesudah ada akulturasi dan saling-hubungan dengan
peradaban Islam. Di sinilah proses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang sudah
sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang dan tersebar
ke pantai-pantai Laut Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di
Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu, yang sampai
saat ini perkembangannya tetap dikagumi dunia: perkembangan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian,
perdagangan, peperangan dan dalam segala bidang kegiatan
manusia. Tetapi, semua peradaban itu, sumber dan
pertumbuhannya, selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa
sumber itu berbeda-beda antara kepercayaan trinitas Mesir
Purba yang tergambar dalam Osiris, Isis dan Horus, yang
memperlihatkan kesatuan dan penjelmaan hidup kembali di
negerinya serta hubungan kekalnya hidup dari bapa kepada anak,
dan antara paganisma Yunani dalam melukiskan kebenaran,
kebaikan dan keindahan yang bersumber dan tumbuh dari
gejala-gejala alam berdasarkan pancaindera; demikian sesudah
itu timbul perbedaan-perbedaan yang dengan penggambaran
semacam itu dalam pelbagai zaman kemunduran itu telah
mengantarkannya ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber
semua peradaban itu tetap membentuk perjalanan sejarah dunia,
yang begitu kuat pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
sekalipun peradaban demikian hendak mencoba melepaskan diri
dan melawan sumbernya sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa
tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.
Yang menyandarkan peradabannya sejak ribuan tahun
kepada sumber agama, dalamlingkungan itulah dilahirkan para
rasul yang membawaagama -agama yang kita kenal sampai
saat ini. Di Mesirdilahirkan Musa,dan dalampangkuanFir'aun
ia dibesarkan dan
diasuh, dan di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama
kerajaan itu ia mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia
alam.
Setelah datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat
di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: "Akulah
tuhanmu yang tertinggi" iapun berhadapan dengan Firaun sendiri
dan tukang-tukang sihirnya, sehingga akhirnya terpaksa ia
bersama-sama orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina.
Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh dan Firman Allah
yang ditiupkan ke dalam diri Mariam. Setelah Tuhan menarik
kembali Isa putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan
agama Nasrani yang dianjurkan Isa itu. Mereka dan
pengikut-pengikut mereka mengalami bermacam-macam
penganiayaan. Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini
tersebar, datanglah Maharaja Rumawi yang menguasai dunia
ketika itu, membawa panji agama Nasrani. Seluruh Kerajaan
Rumawi kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di
Mesir, di Syam (Suria-Libanon dan Palestina) dan Yunani, dan
dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Sesudah itu selama
beberapa abad kekuasaan agama ini semakin kuat juga. Semua
yang berada di bawah panji Kerajaan Rumawi dan yang ingin
mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan Kerajaan ini,
berada di bawah panji agama Masehi itu.
Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar di bawah panji
dan pengaruh Rumawi itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di
Persia yang mendapat dukungan moril di Timur Jauh dan di
India. Selama beberapa abad itu Asiria dan Mesir yang
membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya
suatu pertarungan langsung antara kepercayaan dan peradaban
Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia
ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan
itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sekarang sudah
berhadap-hadapan muka. Selama beberapa abad berturut-turut,
baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agamanya
masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan alam,
kini telah berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing
merasa perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan
kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi
kepercayaan atau peradabannya, sekalipun peperangan antara
mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.
Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat mengalahkan Rumawi
dan dapat menguasai Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di
ambang pintu Bizantium, namun tak terpikir oleh raja-raja
Persia akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat
agama Nasrani. Bahkan pihak yang kini berkuasa itu malahan
menghormati kepercayaan orang yang dikuasainya. Rumah-rumah
ibadat mereka yang sudah hancur akibat perang dibantu pula
membangun kembali dan dibiarkan mereka bebas menjalankan
upacara-upacara keagamaannya. Satu-satunya yang diperbuat
pihak Persia dalam hal ini hanyalah mengambil Salib Besar dan
dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti
berada di pihak Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari
tangan Persia. Dengan demikian peperangan rohani di Barat itu
tetap di Barat dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua
kekuatan itu dari segi rohani tidak saling berbenturan.
Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam
pada itu pertentangan antara Rumawi dengan Bizantium makin
meruncing. Pihak Rumawi, yang benderanya berkibar di benua
Eropa sampai ke Gaul dan Kelt di Inggris selama beberapa
generasi dan selama zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia
dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu berangsur-angsur telah
mulai surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang
menguasai dunia itu. Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah
tatkala pasukan Vandal yang buas itu datang menyerbunya dan
mengambil kekuasaan pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini
telah menimbulkan bekas yang dalam pada agama Masehi yang
tumbuh dalam pangkuan Kerajaan Rumawi. Mereka yang sudah
beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbanan-pengorbanan
besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.
Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke
zaman mazhab-mazhab itu telah terbagi-bagi ke dalam
sekta-sekta dan golongan-golongan. Setiap golongan mempunyai
pandangan dan dasar-dasar agama sendiri yang bertentangan
dengan golongan lainnya. Pertentangan-pertentangan antara
golongan-golongan satu sama lain karena perbedaan pandangan
itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa
oleh karena moral dan jiwa yang sudah lemah, sehingga cepat
sekali ia berada dalam ketakutan, mudah terlibat dalam
fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa
Isa mempunyai jasad disamping bayangan yang tampak pada
manusia; ada pula yang mempertautkan secara rohaniah antara
jasad dan ruhnya sedemikian rupa sehingga memerlukan khayal
dan pikiran yang begitu rumit untuk dapat menggambarkannya;
dan disamping itu ada pula yang mau menyembah Mariam,
sementara yang lain menolak pendapat bahwa ia tetap perawan
sesudah melahirkan Almasih.
Terjadinya pertentangan antara sesama pengikut-pengikut Isa
itu adalah peristiwa yang biasa terjadi pada setiap umat dan
zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran: soalnya hanya
terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap
kata dan tiap bilangan itu ditafsirkan pula dengan
bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal dan hanya
dapat dikunyah oleh perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku
saja.
Salah seorang pendeta gereja berkata: "Seluruh penjuru kota
itu diliputi oleh perdebatan. Orang dapat melihatnya dalam
pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran uang,
pedagang makanan. Jika ada orang bermaksud hendak menukar
sekeping emas, ia akan terlibat ke dalam suatu perdebatan
tentang apa yang diciptakan dan apa yang bukan diciptakan.
Kalau ada orang hendak menawar harga roti maka akan
dijawabnya: Bapa lebih besar dari putera dan putera tunduk
kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang kolam mandi
adakah airnya hangat, maka pelayannya akan segera menjawab:
"Putera telah diciptakan dari yang tak ada."
Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga ia
terpecah-belah kedalam golongan-golongan dan sekta-sekta itu
dari segi politik tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
Kerajaan Rumawi. Kerajaan itu tetap kuat dan kukuh.
Golongan-golongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan
tetap adanya semacam pertentangan tapi tidak sampai orang
melibatkan diri kedalam polemik teologi atau sampai memasuki
pertemuan-pertemuan semacam itu yang pernah diadakan guna
memecahkan sesuatu masalah. Suatu keputusan yang pernah
diambil oleh suatu golongan tidak sampai mengikat golongan
yang lain. Dan Kerajaanpun telah pula melindungi semua
golongan itu dan memberi kebebasan kepada mereka mengadakan
polemik, yang sebenarnya telah menambah kuatnya kekuasaan
Kerajaan dalam bidang administrasi tanpa mengurangi
penghormatannya kepada agama. Setiap golongan jadinya
bergantung kepada belas kasihan penguasa, bahkan ada dugaan
bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan
pihak yang berkuasa itu.
Sikap saling menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu
itulah pula yang menyebabkan penyebaran agama Masehi tetap
berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir dibawah Rumawi sampai
ke Ethiopia yang merdeka tapi masih dalam lingkungan
persahabatan dengan Rumawi. Dengan demikian ia mempunyai
kedudukan yang sama kuat di sepanjang Laut Merah seperti di
sekitar Laut Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang ke
Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab Ghassan yang
pindah ke sana telah pula menganut agama itu, sampai ke pantai
Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang berpindah dari
pedalaman sahara yang tandus ke daerah-daerah subur juga
demikian, yang selanjutnya mereka tinggal di daerah itu
beberapa lama untuk kemudian hidup di bawah kekuasaan Persia
Majusi.
Kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami kemunduran
seperti agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalaudalam agama
Majusi menyembah api itu merupakan gejala yangpaling menonjol
maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan kejahatanpengikut
pengikutnya telah berpecah-belahjugamenjadi golongan-golongan
dan sekta-sekta pula. Tapi disini bukan tempatnya menguraikan
semua itu. Sungguhpun begitukekuasaan politik Persia tetap
kuat juga. Polemik keagamaantentang lukisan dewa serta adanya
pemikiran bebas yang tergambar dibalik lukisan itu,
tidaklah mempengaruhinya.
Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung
di bawah raja Persia. Dan yang lebih memperkuat pertentangan
itu ialah karena memang sengaja digunakan sebagai suatu cara
supaya satu dengan yang lain saling berpukulan, atas dasar
kekuatiran, bila salah satunya menjadi kuat, maka Raja atau
salah satu golongan itu akan memikul akibatnya.
(bersambung ke bagian 2/4)
Langganan:
Komentar (Atom)